JJ Redick Tidak Ingin Sombong Dengan Performa Bagus Lakers. Pada 1 Desember 2025, usai kemenangan meyakinkan 110-95 atas New Orleans Pelicans yang angkat Los Angeles Lakers ke rekor 15-4 di musim reguler NBA 2025-26, pelatih JJ Redick buka suara dengan nada rendah hati yang khas. Di konferensi pers pasca-laga, mantan pemain legendaris berusia 41 tahun itu tekankan bahwa start brilian timnya—posisi kedua Barat dan dua kandidat MVP di Luka Doncic serta Austin Reaves—bukan alasan untuk sombong. “Ada banyak ruang perbaikan, dan itu hal positif buat kami,” katanya, bandingkan situasi tim dengan putt enam kaki di golf yang masih jauh dari pasti. Pernyataan ini datang di tengah euforia fans, tapi Redick pilih fokus pada proses, soroti ketidaksempurnaan pertahanan yang ke-17 liga. Sebagai pelatih rookie yang sukses, sikapnya ini jadi pengingat bahwa ambisi Lakers lebih dari sekadar rekor awal musim. INFO SLOT
Start Musim Mengesankan Lakers di Bawah Redick: JJ Redick Tidak Ingin Sombong Dengan Performa Bagus Lakers
Lakers memulai musim dengan pacu kuda, menang 15 dari 19 laga pertama—termasuk streak empat kemenangan terbaru lawan tim kuat seperti Pelicans dan Mavericks. Serangan mereka jadi senjata utama: rata-rata 118 poin per laga, ke-4 liga, didorong Doncic (35,1 poin) dan Reaves (28,8 poin) yang ciptakan beban ringan buat LeBron James di usia 41. James, yang absen awal musim karena manajemen cedera, kembali dengan efisiensi tinggi—20 poin rata-rata sambil hemat energi untuk playoff. Rotasi Redick, yang sering pakai sembilan pemain, tunjukkan kedalaman: Deandre Ayton solid di paint dengan 17 poin lawan Dallas, sementara Rui Hachimura tambah fleksibilitas di forward. Tapi di balik itu, Redick akui pertahanan masih bocor—kebobolan 112 poin rata-rata, ke-17—dan ia tolak anggap rekor ini sebagai ukuran akhir. “Kami tak di mana kami ingin berada setelah 19 laga,” tegasnya.
Komentar Rendah Hati Redick Pasca-Kemenangan: JJ Redick Tidak Ingin Sombong Dengan Performa Bagus Lakers
Redick, yang transisi dari podcaster ke pelatih kepala musim panas lalu, selalu pilih narasi proses daripada euforia. Usai menang atas Pelicans—di mana Lakers unggul 20 poin babak pertama—ia kritik tim karena “bosan” di kuarter akhir, biarkan lawan tutup gap meski akhirnya menang telak. “Tim sukses kadang bosan menang; kami coba hindari itu dengan tetap jadi tim proses,” katanya, soroti pertahanan lemah tiga kuarter terakhir. Ini mirip komentarnya usai road trip buruk November, di mana ia ambil tanggung jawab atas “kekacauan defensif” dan sebut hasil itu “reflektif siapa kami sekarang, bukan masa depan.” Sikap tak sombong ini selaras dengan budaya “no sugar coating” yang didukung LeBron—tak ada jalan pintas, tak ada kelembutan. Redick bandingkan timnya dengan kotak pizza yang “masih banyak tersisa”—banyak yang bisa dimakan, tapi belum selesai.
Dampak Sikap Redick terhadap Tim dan Fans
Ucapan Redick langsung resonansi di ruang ganti. LeBron puji pendekatannya di podcast Mind the Game, sebut itu “old school” yang buat bintang seperti dirinya hormati—kesalahan kecil bisa keluar latihan, tapi dengan standar tinggi. Pemain seperti Ayton, yang Redick puji atas kesadaran peran pick-and-roll-nya, tunjukkan adaptasi cepat: Ayton rata-rata 8,9 rebound, bantu Lakers kuasai paint. Rotasi ketat Redick—seperti bench Jarred Vanderbilt demi kemenangan streak—juga dapat dukungan, meski ia janji Vanderbilt bisa kembali saat cedera datang. Bagi fans, yang awalnya euforia atas start terbaik sejak 2010, komentar ini jadi pengingat realistis: Lakers kalah tiga dari empat tandang awal, dan pertahanan harus naik level untuk saingi Thunder atau Celtics. Ini perkuat narasi Redick sebagai kandidat Coach of the Year dini, tapi ia tolak: “Fokus kami playoff, bukan pujian sekarang.”
Kesimpulan
JJ Redick tak ingin sombong atas performa bagus Lakers yang bawa rekor 15-4, pilih tekankan ruang perbaikan sebagai “hal positif” yang dorong tim maju. Dari kritik defensif pasca-kemenangan hingga budaya no-nonsense yang didukung LeBron, sikapnya ini jadi fondasi skuad yang haus gelar. Di tengah serangan elit dan kedalaman rotasi, Lakers punya potensi besar—tapi Redick tahu, pizza belum habis. Ke depan, dengan jadwal padat dan target playoff, pendekatan rendah hati ini bisa jadi kunci ulang kejayaan 2020. Redick bukan cuma pelatih; ia pemimpin yang ingatkan: kemenangan awal bagus, tapi gelar butuh proses panjang.