
Penyebab Utama Carmelo Anthony Tidak Berprestasi di Knicks. Carmelo Anthony, salah satu penyerang paling berbakat di NBA, menjadi nama besar saat bergabung dengan New York Knicks pada 2011. Namun, meski diharapkan membawa Knicks kembali ke puncak kejayaan, masa baktinya di tim tersebut tidak menghasilkan prestasi signifikan. Banyak penggemar dan analis bertanya-tanya mengapa seorang pemain sekaliber Melo tidak mampu membawa Knicks meraih gelar juara, atau setidaknya konsisten di playoff. Artikel ini akan mengupas profil Carmelo Anthony, alasan di balik kurangnya prestasi selama di Knicks, serta pandangannya terhadap tim yang pernah dibelanya itu. BERITA BOLA
Siapakah Pemain Carmelo Anthony
Carmelo Anthony, lahir pada 29 Mei 1984 di Brooklyn, New York, adalah forward legendaris yang dikenal dengan kemampuan mencetak poinnya yang luar biasa. Dipilih sebagai pick ketiga pada Draft NBA 2003 oleh Denver Nuggets, Melo langsung bersinar dengan rata-rata 21 poin per laga di musim rookie-nya. Ia kemudian menjadi bintang utama Nuggets sebelum ditukar ke Knicks pada Februari 2011 dalam kesepakatan blockbuster. Selama 19 tahun kariernya, Melo mencatatkan rata-rata 22,5 poin, 6,2 rebound, dan 2,7 assist per laga, dengan 10 penampilan All-Star dan enam kali All-NBA. Ia juga memenangkan gelar top skorer NBA pada 2013. Meski begitu, warisannya kerap dipertanyakan karena kurangnya kesuksesan di playoff, terutama selama tujuh musim bersama Knicks.
Mengapa Dia Tidak Berprestasi di Knicks
Ada beberapa faktor utama yang menyebabkan Carmelo Anthony tidak mencapai prestasi gemilang bersama Knicks. Pertama, struktur tim yang tidak ideal menjadi hambatan besar. Ketika Melo tiba, Knicks sedang dalam fase transisi, dengan roster yang kurang seimbang. Pemain pendukung seperti Amar’e Stoudemire sering cedera, sementara talenta muda seperti Kristaps Porzingis masih belum matang. Kedua, gaya bermain Melo yang berfokus pada isolasi sering kali tidak selaras dengan sistem tim. Meski ia mencetak 24,7 poin per laga selama di Knicks, efisiensinya di momen krusial sering dipertanyakan, dengan akurasi tembakan 43,7% dan turnover rata-rata 2,3 per laga. Ketiga, manajemen Knicks di era itu, di bawah kepemimpinan James Dolan, dikenal buruk dalam membangun tim kompetitif, dengan keputusan seperti merekrut pelatih yang tidak konsisten dan kontrak mahal untuk pemain yang kurang berkontribusi. Terakhir, tekanan besar bermain di New York, dengan ekspektasi tinggi dari media dan fans, membuat Melo sulit menemukan ritme. Knicks hanya tiga kali lolos playoff selama era Melo (2011-2017), dengan rekor terbaik adalah semifinal Wilayah Timur pada 2013, di mana mereka kalah dari Indiana Pacers dalam enam laga.
Tanggapan Carmelo Anthony Atas Tim Basket Knicks
Carmelo Anthony tidak pernah menyembunyikan kecintaannya pada New York, kota kelahirannya. Dalam berbagai wawancara, ia mengaku bangga bisa bermain untuk Knicks, meski hasilnya tidak sesuai harapan. “Saya ingin membawa kejuaraan ke New York, tapi kadang itu bukan hanya soal saya,” katanya dalam podcast terbaru. Ia mengakui bahwa dinamika internal tim, termasuk konflik dengan manajemen dan pergantian pelatih seperti Mike D’Antoni dan Phil Jackson, menghambat potensi tim. Melo juga menyinggung kurangnya chemistry di ruang ganti, terutama pada musim terakhirnya di 2016-2017, ketika hubungannya dengan presiden tim saat itu, Phil Jackson, memburuk. Meski begitu, ia tetap menghormati fans Knicks, menyebut mereka sebagai “yang paling setia di NBA.” Setelah pensiun pada 2023, Melo kini aktif sebagai analis dan pengusaha, sering menyatakan bahwa ia masih berharap Knicks bisa bangkit, terutama dengan skuad baru yang dipimpin Jalen Brunson.
Kesimpulan: Penyebab Utama Carmelo Anthony Tidak Berprestasi di Knicks
Masa Carmelo Anthony di Knicks adalah kisah tentang potensi besar yang tidak sepenuhnya terwujud. Meski memiliki bakat luar biasa sebagai penyerang, Melo terhambat oleh roster yang tidak seimbang, manajemen yang buruk, dan tekanan besar dari lingkungan New York. Gaya bermainnya yang berfokus pada isolasi juga kurang cocok dengan kebutuhan tim yang kompetitif. Namun, pandangan Melo terhadap Knicks tetap positif, menunjukkan kematangan dan kecintaannya pada kota kelahirannya. Kegagalan di Knicks bukan sepenuhnya kesalahan Melo, melainkan cerminan dari tantangan sistemik yang dihadapi tim saat itu. Kini, dengan Knicks yang mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan, warisan Melo tetap menjadi bagian penting dari sejarah tim, mengingatkan bahwa bahkan bintang terbesar pun membutuhkan dukungan tim untuk bersinar.